Minggu, 29 Oktober 2017

Cerpen I Aku Saja Yang Pergi I



Aku Saja Yang Pergi

Suara motor berhenti di depan rumah, aku berlari ke depan menengok siapa yang pulang, yeiii.... akhirnya dia pulang, aku berlari mendekat, dia tersenyum gembira, menggendongku dan mengelusku. Aku bertanya apa yang kau bawa di plastik hitam itu, dia menurunkan ku dan berjalan masuk rumah.

Aku mengikutinya, dan penasaran apa yang di bawanya, apakah mekanan? Aku berharap begitu, dia masuk kamar dan menutup pintunya sebelum aku ikut masuk, aku menunggunya di depan pintu, saat keluar aku mengikutinya kemana-mana, dia meletakkan plasti itu, aku mendkat dan melihat apa yang ada di dalamnya.

Ohh.. snack, aku mau, akau mau !!, aku mengeong-ngeong memintanya membuka snack itu, dia paham apa yang aku mau, membuka snack dan menyuapi ku. Kita makan bersama dan bercengkerama. Majikan yang baik dan sepenuhnya menyayangiku, aku kucing yang beruntung.

Seharian kami main bersama, aku melihat kucing lain lewat, aku hendak mengejarnya, tapi majikanku langsung menyomot tubuhku dan dipeluknya, jangan pergi !, jangan pergi kemana-mana !, ahh... ayolah aku juga butuh teman sesama kucing. Dia memeluk ku erat enggan melepasnya.
Malam ini, aku ingin jalan-jalan keluar rumah, semua pintu di tutup, aku mengeong minta di bukakan pintu, stop ! gak boleh keluar !, ayo tidur, dan jalan-jalan besok pagi ?!, tapi aku ini aktif di malam hari, sepertinya beberapa hari ini si majikan lebih protektif padaku.

Kami berpelukan di tempat tidur yang empuk dan hangat, tiba-tiba sesuatu terjadi, hey.. kenapa menangis ?!! dia mentapku dengan guyuran air mata. Ada apa lagi dengannya ? mungkin ingat orang tuanya lagi, aku harus tetap di sampingnya.

Jangan pergi, jangan pernah pergi kemanapun, jangan pergi dari dunia ini, jangan pernah pergi meninggalkan ku, kalau harus ada yang pergi, akulah yang harus pergi lebih dulu, jangan biarkan aku merasa di tinggalkan lagi”  suaranya bergetar sembari menangis sesenggukan. “Meowng” majikan ku yang malang, aku paham tentang dia.

Dia tidak punya teman untuk berbagi cerita selain aku, kucing lucu yang senantiasa menemaninya, di usianya kini harusnya dia punya sesorang untuk membantunya menjalani hidup, tapi sampai kini tak satupun lelaki yang mendekatinya.

Aku berlari menuju rumah, mungkin dia sudah pulang, aku masuk rumah dan mendapatinya sedang murung, “Meowng !!” aku mendekatinya, dia tersenyum dan memelukku, seakan-akan tanpaku dia tidak bisa tersenyum, aku bertingkah lucu agar membuatnya tertawa.

Hari ini, aku merasa aneh pada tubuhku, tak seperti biasanya, mungkin aku sakit. Atau aku salah makan tadi, tubuhku lemas, mataku mengantuk, aku tersentak kaget dia mengangkatku, oh ternyata aku ketiduran. “kenapa kamu jadi ringan begini ?” dia menimbang-nimbangku dengan tangganya, oh mungkin aku agak kurusan, atau aku kurang makan, tapi aku sedang tidak nafsu makan.

Tubuhku semakin lemah saja, mataku bertambah berat, sepertinya aku sakit, aku ingat kata-kata majikan malam itu, aku tidak boleh pergi meninggalkannya, kalau ada yang pergi majikanku lah yang harus pergi dulu.

Aku merasa ada yang aneh, mataku terasa berat dan mengantuk, aku mengeong-ngeong pada majikanku, seandainya aku yang pergi apa dia akan baik-baik saja ? dia sudah merasakan banyak di tinggalkan, aku punya firasat buruk.

“Jika ada yang pergi, akulah yang harus pergi, selemah apapun kamu, masih bisa merawat dan menjalani hidupmu, tapi jika aku yang kau tinggalkan, bagaimana aku bisa bertahan hidup? Aku tidak bisa membeli makanan, aku tidak punya tempat tinggal lagi, mungkin manusia akan membuangku atau memukul ku, jika aku mengambil makanannya, aku benar-benar tidak bisa menjalani hidupku tanpa majikan spertimu”. Ngeonganku semakin lirih, dia memelukku erat, mengelusku dan menciumiku, aku yang akan meninggalkan, dan untuk yang di tinggalkan, tetaplah bertahan seberat apapun hidup ini, manusia adalah makhluk yang sempurna bisa melakukan apapun yang dia mau, aku hanya seekor kucing yang tidak semua manusia menyukai keberadaanku.

Aku mencari tempat yang tersembunyi, tempat yang gelap dan sempit. Mungkin dia akan mencariku, tapi aku tidak bisa terlihat begini di depan manusia. Semoga saat dia menemukan ku, aku tidak membuatnya bersedih hati.



#Yogyakarta_29/10/2017


Cerpen "Surat Dinda"



Surat Dinda

Sore itu, langit terasa berat menahan awan hitam yang bergumpal, sesekali kilat bergetar di langit suram itu. Dinda terlihat murung tiada bersemangat, orang tuanya menyadarinya tapi enggan menanyakannya, mungkin orang tuanya sudah tau, apa yang terjadi kemarin.

Langit semakin muram, petir semakin menggelegar, Dinda tak ada di kamarnya, tak ada dimanapun setiap ruangan ataupun sudut rumah. Orang tuanya panik mencari kemana-mana di hubungipun tak ada jawaban.

Telepon rumah berdering, si ibu mengangkatnya segera, haya beberapa detik si ibu diam tanpa kata, sampai tubuhnya ambruk ke lantai, ayah panik segera menopang tubuh si ibu, tangannya meraih telepon yang masih tersambung, sekuat tenaga ayah memindahkan ibu ke kamar, matanya berat membendung air yang hampir jatuh.

Ayah kebingungan, harus ke rumah sakit, tapi si ibu belum sadar dari pingsannya. Ayah minta bantuan tetangga, untuk menemani si ibu, ayah langsung tancap gas menuju rumah sakit. Wajahnya basah, meski hujan belum turun, tapi air matanya sudah bercucuran.

Ayah di tuntun menuju kamar yang di dalamnya terdapat jenasah putrinya, ayah tak sanggup menahan diri matanya menghujani peti jenasah Dinda, ayah tidak di perbolehkan membukanya karena keadaan jenasah yang tragis sebab tertabrak kereta.

Suara sirine, bercampur dengan kilat di angkasa, langit sudah gelap, tapi ia masih kuat menahan awan hitam itu. Ayah di tuntun masuk rumah, tubunhya basah oleh air mata, jalannya terseret-seret seakan kakinya tak mau melangkah. Ibu menangis histeris, tak rela anaknya mati seperti itu. Peti diturunkan dari mobil, ibu tak sanggup melihat, tubuhnya kembali jatuh ke lantai.

Malam itu terasa sangat panjang bagi orang tua Dinda, keduanya tak mampu berkata-kata, pasrah atas keadaan pahit yang menimpanya. Putri satu-satunya itu pergi dari dunia ini, ibu menangis sesenggukan di kamar Dinda, ayah memeluknya menguatkan si ibu.

Ayah melihat selembar kertas di meja, mengambilnya dan membacanya “surat Dinda, untuk ayah ibu, maafkan perbuatan Dinda ini, Dinda sayang ayah ibu, tapi hati Dinda terlanjur kecewa, seandainya ayah ibu tidak sebegitunya melarang kami, Dinda tak akan melakukan ini, sumpah janji sehidup semati walau usia dini kami tak perduli , kini di jalan kereta kami memasrahkan jiwa, Dinda tak menyalahkan ayah ibu, keputusan ini terjadi begitu saja, jangan salahkan siapapun juga, Dinda pergi untuk selamanya, ayah ibu ? maafkan Dinda”.
 


#Syta_Inspirasi_by_TommyJpisa­_song_TragediPengantinRemaja

Sabtu, 28 Oktober 2017

CERPEN "Lelucon di Museum"



Lelucon di Museum

Tugas, oh tugas, mahasiswa semester empat memang sedang di sibukkan dengan tugas yang bertumpuk, tapi kali ini tugas nasionalis, memberi kesempatan mahasiswanya jalan-jalan ke museum. Hari ini panas, di tambah keadaan museum yang seang ramai pengunjung dari berbagai sekolah. Aku pergi keluar membeli minuman untuk menyiram tengggorkan yang sudah kering, beberapa temanku masih konsentrasi membaca sejarah, oh .. yang benar saja, hanya aku yang tak tertarik mendalaminya.

Braakkk........!!!!!! Haishh..anak-anak ini, di pikir ini taman bermain, bercanda sambil lari-lari ?! gelas minumanku tumpah, ditambah minuman itu menumpahi ku dan bajuku jadi basah gara-gara di tabrak anak sekolah yang iseng. “Sorry.. gak sengaja,!?” permintaan maaf yang mesti ku terima, aku harus apa selain bilang gak papa. “Maaf ya.. minumanmu tumpah, ayo aku belikan lagi?”  dia menawariku, anak SMA yang mungkin masih kelas dua, biasanya sekolah mengadakan tour di kelas dua. “Udah gak papa kok” aku menolak dengan ramah, dia menarik tanganku dan membawaku ke kedai minuman, memintaku memilih minuman yang sama dengan yang tumpah tadi.

Karena aku gak mau ini jadi berkepanjangan, aku turuti saja dia, memilih minuman yang sama, dan pamit pergi. “Tunggu..! bajumu basah” dia menahanku, “dasar ini cowok ingusan, berlebihan banget” aku menggerutu dalam hati, aku menjawab aku tidak papa dan nanti bajuku bisa kering. Dia menyodorkan tisu, menyuruhku mengelap bajuku, aku lakukan dengan sabar, setelah selesai aku pergi. Kak..!! aku menghela nafas dan berbalik, apa lagi ? tanyaku, dia mendekat dan menutup dadaku dengan jaketnya. Whoaa.. kelakuan macam apa ini?!.

Aku melepas jaketnya dan menegaskan, “jangan berlebihan, aku gak papa dan aku harus pergi sekarang ! okey ?” dia tidak meraih jaketnya malah memakaikannya kembali, “tapi akan jauh lebih baik begini, percaya padaku deh” si cowok berkata sambil tersenyum. Aku harus berdebat hal spele begini sangat membuatku kesal. Aku bersikeras tidak mau memakai jaketnya, tapi dia juga memaksaku memakainya, “kakak bawa jaket atau baju lain ? kalau enggak, pakai jaketku aja, karena itu jadi terlihat jelas, lebih baik kaka menutupinya” mendengar kata-katanya, aku jadi berfikir ke arah lain. Aaahh... jadi maksudnya, aahh..!!! kenapa hari ini aku pakai baju tipis, duh.. suasana yang memalukan dan menyebalkan, aku terdiam beberapa detik, memejamkan mata dan berbalik pergi dengan jaket yang menutup dadaku.

Aku menuyusul teman-teman, yang sedari tadi mengamati setiap perabot yang ada, “Syerli !!, kamu abis malak anak sekolah ?!!” tanya Fina padaku, “malak apaan ? tanyaku balik. “laah itu ngapain pake jaket anak SMA, yang lagi tour?!” Fina menjelaskan. Oh.... jaket ? aku melihat jaket yang ku pakai, ahh ternyata ini jaket angkatan, pantas saja anak sekolah itu pada ngeliatin aku. Haaah,...!! kenapa dia ngasih jaket angkatan sih. Aku berbohong pada Fina, aku menemukan jaket ini di toilet dan hendak mengembalikannya.

Aku duduk lemas memikirkan kejadian hari ini, aku melihat jaket itu terdapat tulisan nama Indra, oh.. jadi namanya Indra. Bagaimana nih, harus aku balikin apa gak usah ini jaket, aku melihat beberapa anak memakai jaket yang sama, mungkin aku bisa menitipkannya. Hendak berdiri dari posisi duduk ku, aku di kejutkan dengan orang yang tiba-tiba muncul entah darimana. “Bajunya udah kering ?” ahh si anak ini.

“Nih.. aku balikin jaketnya, makasih ya” aku menyodorkan jaket itu. “Oke, aku juga minta maaf, harusnya aku hati-hati biar gak nabrak kakak” si cowo mulai mendrama. Aku meringis dan mengangguk, “kaka ada masalah ? dari tadi cuma duduk, dan melamun, gak kaya temennya yang lain?”  hmm pertanyaan macam apa ini yang keluar dari anak kelas dua SMA, “apa gara-gara kejadian tadi ?, aku kan udah minta maaf, emm atau mau aku ngapain buat nebus kesalahanku ?” gila.. gila.. gilaaa ..!!!!! aku ada di situasi apaan nih ?!!.

Aku menegakkan kepala, berkata aku baik-baik saja dan udah lupa kejadian tadi. Si cowok malah memandangku tanpa bergeming, “Ini kali pertamanya aku betah dan ingin tinggal lebih lama di museum,Kakak wanita yang cantik, !!” aku terbatuk-batuk mendengar kata-katanya, modus sialan !! “kaka mungkin gak percaya, tapi pertama kali liat wajah kakak, aku merasa ada yang lain disini”  sembari menyentuh dadanya. “melihat kaka dengan keadaan itu, aku gak rela ada orang yang melihatnya” hehh..... kata-kata ini mengarah kemana nih !! aku menggerutu kesal.

“aku sedikit kecewa, wanita cantik yang ku temui di museum, yang membuat jantungku berdebar, adalah seorang mahasiswa, aku berharap dia adalah siswi sekolah, aku sedikit kecewa harus memanggilmu kakak, aku kecewa dengan diriku sendiri yang masih duduk di bangku sekolah”. Aku memegang kepalaku, aku sudah tidak tahan dan menyela ucapannya, “maaf, tapi sepertinya kamu udah berlebihan, aku harus pergi dan kamu juga harus pergi, mungkin bismu akan segera berangkat, dan kejadian sebelumnya itu aku sudah melupakannya, permisi” aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkannya.

Hari ini mood ku benar-benar kacau, tidak konsentrasi mengerjakan tugas dan mengalami lelucon aneh di museum ini. Ahh... mungkin di museum ini sedang mengadakan teater? Aku terlibat di dalamnya, tapi kenapa harus aku ? yang lain bersikap normal-normal saja, haishh.. aku menyibakkan rambutku, membuang pikiran aneh itu.

Aku mengengok kiri kanan, memastikan cowok itu tak ada di sekitarku, sepanjang koridor aku hanya tertawa bingung, kok ada anak kayak gitu, mimpi apa semalam, bisa ketemu anak kayak gitu. Sampai di luar museum, aku mengambil motor di parkiran, aku melihat si cowok di dalam bus, menatapku dibalik kaca jendela bus, tatapannya tajam tidak beralih sama sekali. Aku memalingkan wajah, memakai helm dan segera menyetir motor, tiba-tiba pikiran aneh muncul, seandainya dia bukan siswa SMA, seandainya dia mahasiswa angkatan akhir atau seseorang yang lebih dewasa, mungkin aku gak se cuek ini. Ahh.. lelucon apa yang barusan terjadi di museum, aku menggelengkan kepala dan pergi.



#Yogyakarta_28/10/2017

Cerpen "Misteri Galon Mekar"



Misteri Galon Mekar

“Malam ini mau makan apa?” Sasa menanyakan menu makan malam ini padaku, aku menunjukkan ekspresi berfikir. “Ayam geprek?”  jawabku mengusulkan, “oke ide bagus!”  Sasa menyetujui. Musyawarah yang singkat, malam-malam sebelumnya juga makan menu yang sama. Hidup sebagai anak kos-kosan dengan jatah bulanan yang pas-pasan, tidak banyak pilihan untuk sekedar makan. Sepulang membeli makan, aku dan Sasa masuk kamar dan mulai mengisi perut yang lapar. “Martha !, besok jalan yuk?!”  Sasa ngajak jalan di hari libur besok, kemana ? tanyaku “ya..jalan-jalan aja kemana gitu” , “heleh.. ngajak jalan-jalan terus tapi gak ada tujuan, paling juga gagal lagi”  kataku sebel.

Greekk....!!!!!!! terdengar suara pintu terbuka, “permisi..!!” suara cowok berteriak, aku dan Sasa saling menatap diam. “permisi..!!” ia kembali bersuara. Sasa menengok keluar kamar, melihat siapa cowok itu. “galon mbak?!” kata si cowok, “galon?, Martha, kamu pesen galon?” tanya Sasa, “enggak,” jawabku bingung sambil geleng kepala. Sasa balik tanya ke si cowok atas nama siapa pesenan galon itu. Mekar !! jawab si cowok sedikit tertawa ragu, Mekar ? Sasa juga tertawa kaget mendengar nama itu, aku hanya nyengir kebingungan.

“Mekar siapa? Disini gak ada yang namanya Mekar, mungkin salah alamat” aku menjelaskan pada si cowok galon. “Bener kok disini alamatnya” si cowok menegaskan. “coba tanya ke flat sebelah, mungkin ada yang namanya Mekar” aku memberi saran. Ooh yaudah makasih kata si cowok galon lalu menutup pintu pergi. Sasa curiga, gak biasanya tukang galon buka pintu sendiri, lagian gak keliatan tuh cowok bawa galon, penampilannya juga bukan macam tukang galon.

Coba lihat keluar, mastiin siapa dia sebenarnya, aku menyuruh Sasa, dia keluar agak lama. Saat kembali wajahnya penuh curiga. Cowok galon itu gak tanya ke flat sebelah, malah ada cowok lain mungkin temennya. Tapi tukang galon biasanyakan sendiri, tadi mereka berdua naik motor, di motornya juga gak keliatan ada galon. Aku jadi was-was siapa cowok itu, sembarang buka pintu gak pake ketok dulu. Mending sekarang pintu depan di kunci aja biar aman, Sasa mengangguk.

Seminggu semenjak kejadian malam itu, aku dan Sasa sudah hampir melupakannya. Malam Minggu ini menu kami berbeda dari biasanya. Nasi goreng ati ampela, hemm lama juga gak makan nasi goreng, di tengah-tengah menikmati makan malam, terdengar pintu depan di ketuk-ketuk, “Air..!!” kali ini terdengar seperti tukang galon asli. Tapi ini malam Minggu, semua anak kos keluar, kecuali aku dan Sasa, hehe... aku dan Sasa hanya diam, barangkali ada anak kos yang pesan galon. Pintu terus di ketok-ketok “Aiirr..!! mbak ..!!” si tukang galon belum ada yang menjawab, memang gak ada anak kos yang tinggal, Sasa pergi membukakan pintu, aku menengok dari kamar, nampak tukang galon beserta galonnya.

“Pesen galon mbak?” tanya si tukang galon, “enggak, atas nama siapa mas?” Sasa tanya balik. “Mekar” jawab tukang galon. Mataku terbelalak, tanganku menutup mulut yang menganga kaget. Sasa tertawa mendengar nama itu lagi. “disini gak ada yang namanya Mekar, mas salah alamat kali !” jelas Sasa ke tukang galon. “tapi bener sini alamatnya, kos Frozen lantai satu, atas nama Mekar, mungkin ada temennya yang pesen pakai nama itu ?” tukang galon juga menjelaskan. “Gak ada mas, gak ada yang namanya Mekar dan gak ada yang pesen galon deh kayaknya soalnya anak kosan lagi pada keluar, suma ada saya sama temen saya itu, juga gak pesen galon” Sasa kembali menegaskan.

Obrolan Sasa dan tukang galon berlangsung beberapa menit, si tukang galon akhirnya menyerah dan pergi membawa serta galon pesanan Mekar yang entah siapa Mekar itu. Aneh waktu itu si tukang galon  yang mencurigakan , karena gak keliatan kayak tukang galon, sekarang beneran tukang galon yang dateng, tapi keberadaan Mekar yang mencurigakan. Siapa si Mekar, padahal disini gak ada yang namanya Mekar, tiap pesen galon juga pasti pake nama asli. Aku dan Sasa kebingungan berdiskusi siapa yang salah, tukang galon iseng atau nyasar, atau mungkin si Mekar yang iseng. Tapi si tukang galon barusan asli tukang galon dan dia juga bingung siapa yang pesen galon atas nama Mekar. Kalau yang waktu itu gak tau cowok iseng darimana yang ngaku-ngaku jadi tukang galon. Tapi, tapi, tapi ...yang jadi tanda tanya besar ialah, ada atau gak sih yang namanya Mekar?.

“Waaahh..... ini adalah misteri galon Mekar” bisik Sasa sambil mengerutkan matanya. “Sebelumnya, aku belum pernah denger nama Mekar” tambahnya. “Aku juga bingung, dua tukang galon menanyakan nama yang sama di alamat yang sama, kebetulan banget alamat dan namanya sama padahal keduanya salah” aku bergumam curiga. “Hiii..... bener-bener deh ini malam Minggu yang horor !!!” kata Sasa berteriak, misteri galon Mekar ..!!!!!!!




#Yogyakarta_28/10/2017