Sabtu, 25 November 2017

Sabtu Malam


Pinterest 


Gelap mulai menyelimuti bumi yang ku pijak, sedari pagi hujan turun merintik, siang masih sama, sore juga masih sama, tak ada kehangatan sehari tadi. Malam ini sedikit berbeda, rintikan air itu tak lagi jatuh, pasti aman untuk berpergian malam ini.

Setelah seharian terkurung karena hujan, aku tidak mau kalah dengan kawula muda, kulampiaskan malam ini untuk keluar. Yahh... sekedar cari makan hehe, siang tadi ada acara yang ingin aku kunjungi tapi berhubung tak ada kawan yang menemani, aku urungkan pergi ke acara itu.

Waktu untuk menyendiri memang perlu, tapi jika selalu sendiri juga tidak baik bagi kesehatan mental. Yaahh... benar-benar tepat untuk melangkah keluar meski udara dingin masih bertahan, tapi ini sangat pas bagi mereka yang berkencan.

Nampaknya orang-orang semakin sibuk, pergi kesana kemari, semua menjadi bergerak cepat dan tergesa-gesa, entah aku yang tidak peka atau memang aku yang kurang kerjaan, bagiku tetap banyak waktu luang tersisa.

Hemm... baru keluar gang, jalanan sudah macet, banyak mobil pribadi dan lebih banyak lagi sepeda motor. Tidak salah lagi ini adalah malamnya kawula muda, duduk diatas motor berboncengan, tidak lupa memeluk agar tidak jatuh di jalan.

Mepet ke depan, menaruh dagu di pundak dan bercengkrama manja. Wahh.. memang malamnya kawula muda, beberapa motor yang boncengannya masih kosong mungkin otw kerumah calon penumpang.

Sangat ramai, sampai-sampai tak ada jalan bagiku sebagai pejalan kaki, sampai ke pinggir melipir dengan gesitnya menerobos kemacetan agar tidak telat menjemput penumpang. Ahh... demi keselamatan lebih baik mengalah, ikut berhenti ikut mengantri bersama para pengendara, meski tak membawa kendaraan.

Sabtu malam yang meriah, meriah di jalanan yang macet, banyak mobil pribadi, lebih banyak lagi sepeda motor, lampu terang saling menyorot, bising klakson ikut meramaikan Sabtu malam ini.




#Yogyakarta/25/11/2017

cerpen "Di Pesta Pernikahan"



 Di Pesta Pernikahan


Pesta yang meriah, suasana yang ramai penuh kebahagiaan dan rasa haru, Nia sah menjadi seorang istri dari lelaki yang sudah dipacarinya selama tiga tahun. Tamu undangan terus berdatangan, aku duduk di barisan paling depan, memandangi temanku yang kini tengah duduk di singgasana bak seorang raja dan ratu.

Kursi sebelah kiriku kosong, mungkin seharusnya itu di tempati oleh pasanganku yang entah kini ada dimana, sebelah kanan ku Via yang tentu saja disandingnya pacar tersayang. Agak canggung memang hadir di pernikahan dengan teman yang memiliki gandengan, lantas aku harus menggandeng siapa?.

Beberapa orang di belakang bergumam ribut, bukan kepedean tapi merasa mereka menggunjingku di belakang. Sesekali pasangan pengantin itu bergurau saling tersipu malu, membuatku senyum-senyum sendiri melayangkan imajinasi.

“Marisa ..!!”

Aku menengok ke arah panggilan itu, yap.. orang-orang yang duduk di belakang ku, aahh... ternyata dari alumni SMP yang sama. Aku hanya tersenyum, yaahh...beberapa dari mereka aku tak tahu namanya, bahkan aku tak yakin apa aku ingat namanya.

“gimana kabarnya ?” belum juga aku menjawab, seseorang menimpali pertanyaan lagi. “sama Iyan?” haa.... maksudnya kabarku sama Iyan ?!!, aku bergumam lirih. 

Entah bagaimana ekspresi kala itu, aku hanya membalikkan badan dan kembali pada posisi semula, yahh.. mereka adalah teman-teman Iyan, tapi sejak kapan dan sejauh mana mereka tahu hubunganku dengan Iyan. Bahkan aku sudah tidak berhubungan lagi dengan dia, tiba-tiba datang lagi nama itu, aku harus memberinya kesempatan atau aku harus menunggu lebih lama lagi.

“Marisa..!!” panggilan itu terdengar lagi, aku menghembuskan nafas panjang mempersiapkan sebuah senyuman terbaik dan kembali menengok, tepat di depan mataku wajah Iyan yang semakin menawan. Tapi senyumanku langsung terbang hilang entah kemana, perlahan aku membalikkan tubuhku.

Aku tidak ingin banyak berkomentar baik dalam hati maupun dalam pikiranku di kepala. Via berbisik padaku “kamu sama Iyan ?” haha.. pertanyaan yang menohok rupanya, dengan tegas aku menjawab “enggak..!! enggak sama sekali ..”

Kursi sebelah kiriku terisi, aku hanya melirik siapa orang yang duduk, belum yakin siapa orangnya, dia bersuara yang jelas kata-katanya di tujukan padaku. “apa kabar..?”  Iyan menanyakan kabarku, hah..!! kemana saja selama ini. “baik,..” aku menjawab singkat tapi sok ramah. “jadi kalian berteman dekat ?? kamu dan Nia?”. Tanya Iyan padaku.

Aku menengok ke arahnya, menatapnya dengan perasaan heran,  apa maksud pertanyaan ini, untuk memulai percakapan atau hanya sekedar pertanyaan basa-basi. “yaa.. kami berteman sejak SMA, kenapa ? aku bahkan tau hubungan kalian yang dulu juga pernah dekat”. Jawabku mendesak, entah angin apa yang membawa jawaban ini, entah kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.

“enggak... kita gak deket, Cuma pernah kenal aja”. Iyan menjelaskan. “ya.. pernah kenal sampai dia harus memanggilmu saat motornya mogok di jalan”. Aku paham betul hubungan keduanya. “dia minta bantuan, ya pasti aku bantu”. Iyan menjelaskan seolah tak ingin aku marah padanya. “karena hanya kamu di pikirannya jadi dia minta bantuan mu”. Jawabku sengit. “itu tidak lebih dari apapun dibanding pacaran sama Andri”. Mulutku tertutup rapat, mataku melebar, perasaan aneh yang membuatku tidak nyaman, apa !! perasaan bersalah? mana mungkin, apa salahku ? tidak.. tidak.. tidakk..!! itu terjadi jauh sebelum kedekatan ini.

“kenapa bahas itu ..?!”, aku menaikkan nada suaraku. “kamu yang mulai.. ya kenapa mendebatkan itu, bukannya kita gak lagi ada hubungan..?”. Aku kembali diam, yaa.. kita memang tidak ada hubungan apapun yang pantas membahas masalah itu, aahh... obrolan macam apa ini?!!. Sejenak aku disadarkan dengan hubungan yang tidak pernah terjadi, lalu untuk apa meladeni kata-kataku, kenapa menunjukkan hubungan yang berbeda pada teman-temannya, membuatku bingung dan frustasi.

Aku mengambil kadoku, bergegas bangun dan berpamitan pada Via untuk pulang lebih awal, aku berjalan sendiri menuju pelaminan , mengucapkan selamat dan mendoakan yang terbaik bagi si pengantin, dan berlalu meninggalkan kebahagiaan itu. Tak hanya kebahagian, aku juga dengan ikhlas meninggalkan masa lalu.




#Yogyakarta/25/11/2017

Kamis, 23 November 2017

Lirik Lagu "Benci ku sangka sayang" by. Sonia




Masih membasah luka, yang dulu pernah kau cipta..
Kau sayat kembali, di atas derita lama
Tak pernah menjadi impian.. dan hitam bukanlah harapan
Mengering air mata, mengenang percintaan
Yang kini tinggal igauan....

Masih segar di ingatan, kenangan kita bersama
Cinta yang telah berlalu, ku simpan jadi sejarah
Biarlah ku jalani lara..biarlah kan ku telan duka..
Semoga kau mengerti, tak pernah ku restui..
pemergian dirimu...Sungguh menyayat hati..

Benar kata pujangga selasih ku sangka mayang
Mayang ku sangkakan daun selada..
Orang benci ku sangka sayang.. namun diri tak merasa
Tetapi apakan daya....

Kenang, kenanglah aku sayang.. 
rinduilah aku dalam ingatanmu..
Yang telah tinggalkan ku selama ini.. 
jauh mengejar mimpi yang tiada pasti..
Biar hujan datang berturun.. 
Tak kan tawar rasa lautan cinta..
Ku khayalkan kasihmu memekakkan rasa..
Kiranya gerimismu tawarkan lautan......




BENCI KU SANGKA SAYANG
By. SONIA

Wanita Penulis .4 (cerita si Tunanetra)



Wanita Penulis .4 (cerita si Tunanetra)



Hujan mengguyur kota di pagi hari, ahh.. aku sedikit trauma dengan hujan yang orang katakan ini merupakan hujan yang syahdu, tidak deras tidak juga kunjung reda, sedari gelap pagi tadi turun rintik-rintik bersamaan.

Jam menunjukkan pukul 10, aku ada janji dengan Ari, yahh.. tunanetra itu bernama Ari nama yang bagus dan singkat. Aku bersiap-siap menemuinya di tempat yang sudah di tentukan, semoga hujan cepat reda. Waah... di warung terlihat ramai pengunjung, entah karena hujan atau memang sudah kebiasaan, Ari duduk di kursi tanpa meja.

“kenapa duduk disini ?”

“oh..kan sedang menunggu kakak, jadi aku di sediakan kursi khusus, hehe..”

Mataku berkedip-kedip dan tersenyum mendengar jawaban Ari, pemiliki warung memang baik hati pada pelanggannya yang satu ini. Hujan belum juga reda, kami belum bisa pergi kemana-mana.

“namanya Riris, dia satu Universitas denganku, entah kapan pertama kali kita bertemu, mungkin sesekali papasan namun tak saling sadar”

Ari mulai menceritakan gadis itu, rasa-rasanya dia tengah curhat padaku, ahh.. aku harus merombak rencana ceritaku.

“tapi pertama kita berkenalan, itu di hari difabel Internasional, ia menjadi relawan di acara Lasik (layar bisik), aku ikut dalam acara itu dan bertemu dengan Riris”

“oohh .. dia jadi relawan ? apa yang membuat kalian jadi dekat ?”

“awalnya biasa, tanya-tanya dan ngobrol ringan, saat film diputar, Riris sangat antusias membisikkan setiap adegan di film itu, aku sangat terhibur”

Emm..... menarik, tapi bukankah setiap relawan seperti itu ..? bersikap baik, ramah dan perhatian pada difabel ?, aku bergumam dalam hati. “saat acara selesai dia mengajak pulang bareng, katanya arah tujuan kita sama, sepanjang perjalanan kami ngobrol banyak, dari situ lah kami menjadi dekat”

Ooohhh..... bagus relawan itu memang harus dekat dengan para difabel agar bisa lebih mengerti tentang mereka, lalu apa ? aku masih bergumam dalam hati.

“hari itu dia bercerita banyak tentang dirinya, selama kami dekat, ia selalu menceritakan apapun yang ia alami, dan aku setia mendengarkan.”

Aku mulai membuka laptopku mengetik setiap apa yang aku dengar, dan membuatnya menjadi kalimat-kalimat fantasi. Apapun ceritanya aku bisa memodifikasinya di rumah nanti.

“hal yang paling ia suka adalah bernyanyi, dia selalu bernyanyi dan menggerak-gerakkan tubuhku untuk menari, aku bisa mendengar nyanyiannya, tapi tak bisa melihat ia menari.”

Riris bercerita, sebelumnya ia tak pernah jadi relawan, beberapa waktu terakhir adalah hari-hari buruk untuknya, ia tak punya kawan yang benar-benar ada untuknya, berkenalan denga Ari, membuatnya senang bisa menemukan teman baru yang selalu ada untuk dia.

Setiap pulang kuliah, Riris dan Ari jalan bersama, makan bersama, belajar bersama, Riris nampak bahagia bisa bernyanyi dan didengar oleh Ari, ia akan memutar tubuhnya di bawah uluran tangan Ari, seperti sedang berdansa.
 
Suatu hari Riris bercerita, mengapa ia suka bersama Ari, Riris mengaku lega apabila ia mencurahkan segalanya pada Ari namun Ari tak melihat keadaan yang sebenarnya. Riris tak suka kawan-kawannya yang tidak perduli dengan kesedihannya. Riris tak bisa curhat pada kawan-kawannya, tapi Riris bisa curhat tentang segalanya pada Ari, banyak yang bilang nyanyian  Riris tak ada iramanya, tapi bagi Ari nyanyian Riris sangat menghibur. Sampai pada hari dimana Ari melupakan satu hal yang pernah Riris sampaikan

“aku ingin mendapat seorang teman, aku ingin punya teman yang selalu ada satu sama lain, membantu satu sama lain, mengerti satu sama lain dan saling mendukung, entah mengapa aku menjatuhkan pilihanku padamu, yang pasti aku ingin kita berteman, maksudku menekan kata berteman, apapun yang terjadi pada kita nanti, jangan pernah menaruh perasaan padaku, oke .. Ari ? kita hanya akan berteman selamanya”

Pesan Riris pada Ari yang sampai pada hari itu Ari melupakannya, entah apa yang membuatnya lupa, ia mempunyai perasaan lebih pada Riris, bahkan sebelumnya ia tak pernah merasakannya. Sejak ungkapan perasaan Ari pada Riris, entah apa yang terjadi pada Riris, ia hilang bak ditelan bumi, meski mereka satu kampus sekalipun, Riris tak pernah muncul di hidup Ari, atau mungkin ia tak ingin muncul di hadapannya. Sangat mudah untuk Riris menghindar, dan sangat sulit bagi Ari untuk menemukannya.

Saat itulah Ari mengerti kesalahannya, Riris hanya butuh teman, Riris hanya menginginkan seorang teman untuk selalu ada di hari-harinya. Sedangkan Ari yang tak pernah merasakan bahagia itu, terlalu jauh memupuk perasaannya. Tapi bulan demi bulan berlalu, tak ada yang kembali datang, tak ada kisah yang sama menghampiri, hanya Riris seorang yang menoreh kisah bahagia itu di hidup Ari.

Ari mengatakan pada dirinya, hey.. tunanetra sadar dirilah siapa dirimu, sejuta kelebihan yang kau miliki dan bahkan berusaha untuk kau tunjukkan, tak akan bisa menutupi satu kekuranganmu, yang meski tak ingin kau tunjukkan tapi semua orang tahu kekurangan itu. Mungkin tak ada masalah dengan kekurangan Ari bagi Riris karena ia hanya menganggapnya seorang teman, tapi akan berbeda jika Riris menganggapnya lebih, kekurangan itu tak akan mudah di terima.

“tapi apa yang salah ..? setiap orang diciptakan berpasang-pasang, pasti ada seseorang di luar sana yang diciptakan untukmu, meski bukan Riris, ia pasti jauh lebih baik, beberapa kali aku putus hubungan, mungkin beberapa kali juga akan terjadi padamu”. Aku tak terima atas sikap Riris dan berusaha menguatkan Ari. 

“hehe.... tidak mau kak ahh.. putus hubungan kok berkali-kali, cukup sekali saja bagiku, hehe...”.








#Yogyakarta/23/11/2017