Asmara
kemana lagi akan ku cari siapa yang kan mengusir sepi disaat ku sendiri asmara
mungkinkah kau sampaikan padanya walau hatiku penuh derita aku masih selalu
cinta..... (Asmara-Novia Kolopaking)
Santa menutup wajahnya menggunakan selimut menyembunyikan matanya yang sembab
dan hidung yang memerah. Rian pulang lebih awal malam ini, pekerjaan hari ini
tak sepadat biasanya. Gemericik air terdengar samar, Santa melepas headset yang
terpasang di telinga, mematikan lagu yang tengah ia dengarkan dan kembali
menutup dirinya dengan selimut. Santa tak berniat menyapa Rian dengan mata
sembabnya., mungkin besok pagi saja.
Waktu menunjukkan pukul 2 dini hari, Santa terbangun dari tidurnya, membalikkan
tubuh dan menatap Rian, semua masih sama, seperti malam malam biasanya.. Menu
sarapan sudah siap di meja makan, Rian bersiap menyantap hidangan untuk
kemudian bergegas ke kantor. Santa menatap Rian hendak menanyakan sesuatu,
namun dia ragu. Sebaiknya bertanya atau tidak kalau dia pulang lebih awal
semalam, namun Santa bingung karena dia pura-pura sudah tidur. Tinggal suapan
terakhir seperti biasa Rian memuji masakan Santa, nasi gorengnya enak, ditambah
telor ceplok setengah matang, menu andalan Santa yang merupakan makanan favorit
Rian.
Santa tersenyum, dia menawarkan lagi nasi goreng buatannya. Rian menolak karena
harus segera berangkat. Santa membawakan tas Rian seraya mengantarnya sampai
pintu. Tidak ada rencana apapun hari ini, seperti biasa, Santa menatap layar HP
melihat lihat kegiatan teman-temannya yang dibagikan melalui sosial media. Oh
iya ini hari Sabtu, beberapa orang menghabiskan waktu untuk jalan-jalan,
berkumpul dengan keluarga, atau membelanjakan sesuatu. Santa tersenyum getir,
matanya mulai berkaca, Rian harus bekerja dia jarang libur bahkan hari Minggu
sekalipun. Bagi Rian pekerjaannya harus diutamakan, banyak lemburan yang dia
ambil untuk tambah-tambah tabungan. Santa harus mengerti, Santa tidak lagi
bekerja semenjak pindah rumah mengikuti Rian.
Tidak hanya pekerjaan, teman-teman dan keluargapun ia tinggalkan semua berada
di Jogja, sedangkan kini ia harus tinggal di Malang mengikuti Rian. Sebenarnya
Santa ingin kembali bekerja, namun beberapa lamarannya belum ada panggilan
hingga akhirnya Rian menyuruh Santa untuk di rumah saja. Sudah hampir empat
tahun pernikahannya dengan Rian, keduanya belum diberi momongan. Hal itu
membuat Santa merasa canggung pada keluarga Rian, merasa tak sempurna dihadapan
Rian, dan berusaha menahan kesedihan dari kedua orangtuanya.
Tiga tahun hari-harinya dilalui dengan duduk di sofa ruang tamu, menggeser
geser menu HP, membaca, postingan sosial media, atau sesekali menonton film.
Santa jarang keluar rumah, ia belum hafal betul jalan kota atau tempat wisata,
mau pergi pun tak tahu harus dengan siapa, sesekali mengajak kawan lama namun
nampaknya kesibukan jadi alasan. Masih membayangkan mimpi apa
saja yang belum terwujud Santa meneteskan air mata. Entah harus mulai darimana
lagi ia menata hidupnya agar nampak baik-baik saja. Ada badai berkecamuk dalam
dadanya, terasa menusuk nusuk kepalanya, matanya kabur, dunia bak berputar
lebih cepat. Santa menyenderkan tubuhnya mencoba menenangkan diri dan
memejamkan mata.
Kepalanya masih pusing ketika Santa membuka mata, waktu menunjukkan pukul satu
siang, Santa pergi ke warung membeli makanan dan obat sakit kepala.
Rian pulang lebih awal lagi. Santa bangkit dari temoat tidur sembari memegangi
kepalanya. Menyiapkan makan malam dan meminta Rian untuk libur esok hari. Rian
bersikukuh tetap bekerja, ada hal yang harus dia capai. Santa mencoba membuka
percakapan lebih dalam ia hendak membahas perihal anak dan sakit kepalanya yang
akhir-akhir ini terus kambuh. Rian menyela ucapan Santa, dia tak ingin
mengobrol panjang lebar malam ini. Besok harus kembali bekerja. Rian menyuruh
Santa untuk santai saja di rumah, jika sudah waktunya Rian akan mulai
memikirkan perihal anak., atau hal lain yang menjadi impian Santa.
Santa mengangguk, dan membereskan sisa makan malam. Kepalanya masih terasa
berputar, Santa membaringkan tubuhnya. Pagi itu ibunya menelepon, Santa
memegang kepalanya, ia enggan menjawab pertanyaan ibu. Sudah tidak bekerja
apalagi yang dikerjakan kalau tidak mengurus anak. Harus ada usaha dan
disegerakan, agar punya kesibukan dan tidak terlalu lambat untuk melahirkan.
Santa tak tahu harus menjelaskan apa. Memang belum dikasih mau bagaimana lagi,
kerjaan juga sudah diusahakan memang belum ada kesempatan lagi, Santa menjawab
dengan suara bergetar.
Mencoba mencari kegiatan yang lebih produktif untuk mengalihkan pikiran
negatif, Santa pergi ke taman kota. Sekeliling nampak lalu lalang kendaraan,
setiap orang sibuk dengan segala aktivitasnya. Santa kembali menatap layar HP
semua nampak baik-baik saja, keluarga, teman, tetangga, dan Rian. Kepalanya
kembali terasa berputar, Santa memegangi kepalanya yang serasa ingin ia
benturkan ke tembok. Santa menghubungi Rian. Lima kali panggilannya tak
diangkat oleh Rian.
___
Santa terbaring dengan jarum infus menancap ditangannya. Matanya terpejam
dengan wajah pucat, tidak ada gerakan sedikitpun. Rian menatapnya diam,
tatapannya kosong, ia enggan mengalihkan pandangannya. Wanita paruh baya
mendekat dan menarik tubuh lemas Rian, langkahnya terseret seret nampak tak ada
tenaga sedikitpun untuk menegakkan kepalanya. Dia sakit, mungkin lebih dari itu
tak hanya kepalanya yang sakit, perasaannya juga sakit, pikiran dan pribadinya
sudah sakit. Orang perlu bicara, berbagai kisah dan saling menyemangati, Santa
tidak punya teman bicara, dia kesepian, banyak hal tertahan di ujung
kerongkongannya, beban dia tak nampak namun dia tumpuk dikepala dan dadanya.
Kamu tahu? Orang yang kesepian, dia akan menjadi tua sendirian, sering
menangis, tak bercahaya, banyak diam, dan akhirnya dia menemui sakit yang tak
tertahankan.
Ibu
Santa tak kuasa menahan tangis ia tak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia
menjauh dari Rian, beranjak pergi meninggalkan Rian yang terdiam.
Dokter menerangkan kalau Santa menderita aneurisma. Makin besar ia, makin mudah
pecah karena makin tipis. Hanya menunggu waktu semoga ada keajaiban bagi Santa.
Senja itu bergemuruh, langit diangkasa seakan bergetar, dada Rian bagai
tersambar kilat. Hujan mengguyur perasaan Rian, nafasnya tersengal, menurunkan
tubuh Santa ke tempat peristirahatan terakhir. Isakan tangis mengiringi
kepergian Santa. Kini ia tak lagi menangis sendiri. Namun ia tetap diam sampai
akhir hidupnya.
Bumi 27 September 2020
@dwy_rr