Wanita
Penulis .3
Pagi ini aku terusik dengan mimpi semalam, entah mimpi
atau bukan atau sekedar khayalanku saja, tunanetra yang kemarin kuikuti hadir
dalam mimpiku, mungkin karena aku terlalu memikirkannya hari kemarin.
Sudah kuputuskan, ia akan jadi tema tulisanku kali ini,
bergegas menghabiskan roti lapis dan teh manis, aku segera menuju Universitas
kemarin, yaahh... agak ekstrim memang menemukan seseorang yang tak kukenal di
Universitas yang luas.
Setengah jam nongkrong di depan gerbang, belum ku temukan
orang yang kucari, tak ada niatan untuk bertanya, kubiarkan semua berjalan
begitu saja. Hmmmm..... belum juga kutemui sampai setengah hari.
Baiklah mungkin bukan hari ini, aku pergi ke tempat makan
untuk istirahat dan mengisi energi. Belum juga pesananku datang, orang itu
muncul dengan santai saat aku tak lagi bersemangat.
Aah......... haruskah aku kesana ?? belum selesai
berfikir tubuhku beranjak mengejarnya. “awass..
ada besi !!” ku berteriak dan menarik tangannya. “oh.. terimakasih, tapi gak biasanya ada besi di jalan?” ia
mengucapkan terimakasih dan bertanya bingung.
Jalan sedang di perbaiki jadi ada besi penghalang agar
tidak ada yang melewatinya, ku jelaskan apa yang ku lihat padanya. Dia kembali
berterimakasih dan memintaku untuk menunjukkan jalan yang bisa di lalui.
Haaaaaaa............... kesempatan !! ku tanya kemana dia
akan pergi, dan menawarkan diri untuk mengantarnya, wahh.. tapi dia menolak dia
merasa sudah biasa jalan sendiri.
Tak mau mengalah aku tetap mengantarnya, ku ajukan beberapa
pertanyaan agar suasana jadi akrab. Di tengah perjalanan ia berhenti dan
tertawa, duhh..... cacing-cacing di perutku sungguh kasar !!
Ia mengajak ku mampir di warung langganannya, dengan
senang hati aku mengikutinya. Memang benar ia sudah hafal jalan, tak ada
kendala kecuali besi tadi. Terimakasih besi ..? hehe..
Sembari menunggu makanan, aku memperkenalkan diri
berbicara ini dan itu tak sungkan aku langsung mengatakan tujuanku untuk
menulis cerita tentang dia. Yaah.. tanpa basa-basi aku ceritakan pula kejadian
kemarin.
Ia merespon dengan baik, ia juga tak keberatan dengan
kehadiranku. Tapi mengatakan hal lain yang membuatku bingung. “kakak ingin membuat cerita tentang aku?
tentang bagaimana seorang tunanetra seperti ku bisa berjalan sendiri menuju
kampus dan pulang ?” ia menanyakan pertanyaan yang membuatku agak canggung,
apakah ia keberatan? “bagaimana kalau
kita ganti temanya?, dibanding bagaimana aku bisa menghafal jalan, aku
memiliki cerita yang lebih menawan.” Belum juga aku menjawab, ia melanjutkan
kata-katanya.
Cerita lain? aku menegaskan kata-katanya, “ya.. aku pernah memiliki kisah yang indah
sebelumnya, aku pernah mengalami cerita yang mungkin bagus untuk di tuliskan” kata-katanya
membuatku berfikir, apa sebelumnya ia bisa melihat ?.
“kakak ingin
menjadikan ku tema tulisan kakak, aku menerimanya, tapi bisakah kakak
membantuku ?” dia bertanya agak serius
padaku. Tanpa ragu ku jawab bisa saja jika aku sanggup.
“aku pernah
mengenal seorang gadis yang membuat hidupku bahagia meski dalam waktu singkat,
aku tak ingin menceritakan bagaimana aku bisa melanjutkan hidup disini dengan
keadaanku seperti ini, aku ingin menceritakan kisahku dan gadis itu saja” ia mau membantuku tapi dengan cerita lain. Aku tak
keberatan, karena ia juga sudah bersedia membantu.
Tapi sebelumnya aku menanyakan alasan kenapa ia ingin
cerita tentang seorang gadis, apakah urusan asmara ? aku kurang tertarik
sebenarnya.
“yaa...
mungkin ada kisah asmara di dalamnya ? jika kakak menuliskan kisahnya itu akan
membuat kenangan ku menjadi abadi dalam sebuah karya tulisan, apa seorang
seperti ku tak pantas membicarakan asmara ?” kata-katanya membuatku kagum, hingga ku jawab aku tak
bermaksud demikian, apapun itu aku akan mendengarkan ceritanya.
Makanan datang, kami menghentikan pembicaraan dan melahap
makanan, dalam hati ku berkata, aahh... cerita seperti apa yang akan ia
ceritakan, nampaknya aku harus mengganti judul cerita ku. Haaeemmm...
#Yogyakarta 21 November 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar